Selasa, 06 Desember 2011

APALAH ARTI SEBUAH NAMA...?



Kuasa memberi nama
Semua yang ada di semesta memiliki nama. Benda-benda mati: batu, kayu, air, udara, sapi, kambing, ayam, burung manusia (nama-nama pribadi), apa yang dibuat manusia pun dinamai: koran, kertas, mobil dst. . Bila seseorang menemukan suatu hal yang belum dinamai segera ia menamai. Pengalaman manusia: menjelajah dunia dan memberi nama benua, suku-suku, jalur pelayaran dsb. Peristiwa penemuan benua oleh Christophorus Columbus (atau laksana dari China Zheng He?).
Lewat nama banyak hal dapat dibedakan. Itulah yang hendak dituju oleh manusia. Agar masing-masing jelas (clear) dan terbedakan (disting), memiliki identitas. Nama bukan konsep kosong tetapi substantif, hakekat. Misalnya kita menyebut “Anjing” dalam pikiran kita ialah hewan berkaki empat yang menyalak.
Manusialah yang memberi nama, memberi nama itu hak istimewa manusia. Kuasa ini diberikan oleh Allah (Kej 2:4b-25). Mahkluk hidup dibawa Allah pada Adam dan mereka tak bernama. Lalu manusia menamai mereka. Kedudukan manusia untuk memberi nama adalah kehendak ilahi. Maka semua yang ada didunia ini sebenarnya memang ada dibawah kendali manusia. Ia yang merumuskan isi semesta. 

Untuk mengenal diri

Dengan memberi nama atas segalanya termasuk diantaranya fenomena pengalaman, kita semakin mengenal diri. Aku sekarang sedih, bahagia, susah, kesepian, aku bertemu dia yang membuatku terpesona.
            Dalam kesempatan retret, kami biasa mengajak para peserta retret untuk menamai perasaan, gejolak diri dalam sesi situasi diri. Maksudnya agar setiap peserta tahu dan sadar situasi diri, keadaan, mengidentifikasi apa yang terjadi dalam dirinya. “Tuhan aku, Wahyu saat ini sangat gembira…”
Rumusan ini penting.  Lewat nama juga kita bisa merumuskan siapa diri. Biasanya orang memberi nama dengan maksud tertentu, ada harapan, dan cita-cita. Umumnya pula semua berunsur. “Akan menjadi apakah anak ini kelak?” Jawabannya sudah terangkum di dalam nama itu.

Bahaya dari kuasa ini
Bila anjing diberi nama misalnya “Polang” sebenarnya si anjing  di bawah kita dan diharapkan memberi reaksi pada panggilannya. Kuasa memberi nama kalau tidak digunakan secara bijaksana dapat menghantar pada kesesatan-penghancuran. Kita perhatikan dalam komunitas kita, julukan atau “paraban”(dari bahasa jawa artinya nama olokan)  terkadang muncul sebagai olokan terhadap kebodohan pribadi lain.
Sialnya kalau pribadi yang diolok tidak menerimanya. Jelas nama itu menjadi bakteri penghancur ampuh bagi perkembangan diri. Memberi nama dapat menyebabkan konflik, mengasingkan dari akar budaya. Contoh menarik ialah misi Kristen yang terjadi di masa lampau, dengan membagi-bagikan nama Kristen para misionaris menarik orang dari akar budaya. Sangat aneh memang bila sebuah nama “Sumitro” dianggap nama kafir lalu diganti dengan Lucas. Padahal dalam budaya jawa Sumitro memiliki arti yang sangat luhur. Menjadi rekan, sahabat, mitra yang baik. Tetapi para misionaris mengatakan Sumitro sebagai manusia lama. Lucas adalah manusia baru!

Sikap yang tepat?

Pada  zaman ini kita berhadapan dengan dunia bernama. Kita menghadapi semua hal yang telah bernama. Panggilan kita lebih untuk mengenali nama, mengeja, mengerti dan menghayatinya (tubuh, jiwa dan badan). Mengenal nama menjadi syarat penting agar kita bisa masuk dalam suatu persekutuan. Misalnya adat perkawinan suatu suku yang menekankan hal ini. Setelah pesta usai, keluarga dekat berkumpul lalu pengantin wanita dikenalkan pada mereka satu demi satu. Bagaimana sikap kita akan sangat menentukan dalam hubungan, masa depan. Maka kedatangan kita bukan lagi menganti nama atau mengubah nama atau menganti budaya. Karena nama selalu menyangkut latar belakang, spiritual, perasaan.
"What's in a name", “Apalah arti sebuah nama?” demikian kata William
Shakespeare. Pujangga yang melontarkan pernyataan itupun terkenal dan disebut sebagai referensi bagi sastra zaman ini. Itu pun sebenarnya karena ia bernama.  Pertanyaan klise ini dapat kita tanggapi,”Betapa berartinya nama!” Yang kita butuhkan ialah sikap bijak. Dengan menamai kita bisa menghidupkan mayat yang terkubur. Orang segera bangun dari keterbelakangannya karena sapaan atau pujian terhadap yang ia buat.

Narasumber :

Pastor C.Wahyu SCJ
Pastor Pendamping Orang Muda Katolik Paroki Santo Barnabas . Pamulang – Ciputat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar